Sunday, July 24, 2011

Pendaftaran Sertipikat

BAB 1
PENDAHULUAN
Setiap macam hak atas tanah wajib didaftarkan dan diserifikatkan pada Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berkantor di setiap Kabupaten dan daerah kota, demikian kurang lebih pesan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 19 atau UU RI No.5 Tahun 1960. Macam-macam hak atas tanah tersebut antara lain : Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, Hak Sewa, dan lain-lain.
Hak milik atas tanah sudah pasti merupakan macam atau status hak atas tanah yang paling tinggi derajatnya bila dibandingkan dengan macam atau status hak lainnya. Hanya hak milik saja yang tidak dibatasi masa berlakuknya oleh negara, dan karenanya ia mempunyai harga atau nilai yang paling tinggi bila dibandingkan dengan macam atau status hak atas tanah lainnya untuk bidang tanah yang sama kualitasnya.
Walaupun status sosial-ekonomi nya paling kuat dan tinggi, tanah hak milik juga rawan terhadap tangan-tangan jahil beritikad buruk dari pihak lain, buktinya tak jarang kita dengar kasus dimana tanah milik seseorang yang belum disertifikatkan oleh pemiliknya, tiba-tiba telah disertifikatkan oleh orang lain secara “aspal” (asli tapi palsu). Bahkan tak jarang pula kita dengar beredarnya sertifikat lain yang sebelumnya sudah ada sertifikatnya atas nama pemiliknya yang biasa dikenal dengan istilah “sertifikat dobel” atau sertifikat ganda”.
Oleh karena itu, sebaiknya tanah milik kita harus segera disertifikatkan agar kepemilikan atas tanah dijamin kepastian dan perlindungannya oleh hukum dari tangan-yang jahat para pembuat sertifikat palsu. Sebab jika sudah disertifikatkan atas nama orang lain, maka kita akan direpotkan  untuk menggugatnya, terlebih jika umur dari sertifikat tersebut sudah lama. Akan tetapi jika tanah kita sudah dbuatkan sertifikat, maka jika ada yang akan mencoba menggandakan sertifikat atas tanah kita tersebut, kita tidak perlu khawatir karena semua data fisik objek tanah maupun data yuridis kepemilikan tanah kita yang telah disertifikatkan oleh Kantor Pertanahan pasti tersedia secara otentik di Kantor tersebut.
Di negara-negara yang telah maju (developed countries) maupun negara-negara yang belum maju (less developed) program-program atau proyek-proyek administrasi pertanahan seperti penerbitan sertifikat hak-hak atas tanah yang merupakan tugas Pemerintah tersebut memberikan dampak positif pada sosial-ekonomi baik kepada negara maupun pada pemilik tanah. Sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda pun, nenek moyang kita telah mengenal dengan apa yang disebut Pendaftaran Tanah (recht cadastral), namun dapat dikatan hanya tanah-tanah milik (eigendom) orang-orang Belnda sajalah yang didaftarkan dan disertifikatkan.
Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam mendapatkan sertifikat tanah hak milik untuk pertama kali, artinya sebelumnya tanah-tanah tersebut belum pernah didaftarkan. Adapun caranya yaitu :
  1. Sporadik
  2. Sistematik
Pada cara pertama yaitu pendaftaran tanah dengan cara sporadik, inisiatif datang dari seseorang yang ingin mendaftarkan tanahnya sebagai pemohon sertifikat. Orang tersebut harus mendatangi Kantor Pertnahan untuk mendaftarkan tanahnya. Pada cara ini pemohon sertifikat diminta mengisi dan menandatangani formulir khusus permohonan sertifikat seraya menyerahkan berkas persyaratan atau kelengkapan seperlunya dan membayar sejumlah biaya yang telah ada tarifnya.  Semuanya harus berlangsung di depan loket khusus di dalam ruang lobi gedung Kantor Pertanahan. Cara ini juga bisa dilakukan secara massal, yaitu beberapa pemilik (atau kuasanya) yang tanahnya saling berdekatan secara bersamaan mengajukan permohonan penyertifikatan ke Kantor Pertanahan, cara demikian biasa disebut sebagai Pendaftaran tanah Sporadik Secara Massal.
Cara yang kedua yaitu pendaftaran tanah secara sistematik, inisiatif datang dari Kantor Pertanahan, mereka datang mengunjungi lokasi yang akan didaftarkan tanahnya. Beberapa orang dari Kantor Pertanahan dan juga dari aparat Desa/Kelurahan yang melakukan proses pendaftaran tanah tergabung dalam panitia Ajudikasi. Panitia ini ditugaskan oleh Kepala BPN untuk menyertifikatkan tanah-tanah penduduk yang belum disertifikatkan dalam satu wilayah desa/kelurahan. Akan tetapi, kecil sekali kemungkinan suatu wilayah desa/kelurahan didatangi oleh Panitia Ajudikasi mengingat terbatasnya keuangan Pemerintah, sebab pada cara ini Pemerintah harus mensubsidi 100% para pemilik tanah yang tanahnya belum pernah  disertifikatkan, baik penduduk kaya maupun penduduk miskin. Biaya pendaftaran tanah ini dibebankan kepada APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan uang pinjaman negara dari Bank dunia.
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Sertifikat
Sertifikat merupakan tanda bukti hak atas tanah, suatu pengakuan dan penegasan dari negara terhadap penguasaan tanah secara perorangan atau bersama atau badan hukum yang namanya ditulis didalamnya dan sekaligus menjelaskan lokasi, gambar, ukuran dan batas – batas bdang tanah tersebut. Dalam bahasa Inggris sertifikat hak atas tanah disebut dengan title deed, sedangkan penguasaan hak atas tanah biasa disebut land tenure, pemilikan atas tanah biasa disebut land ownership, dan bidang tanah sering disebut dengan parcel atau plot. Sertifikat sendiri dalam terminologi atau “bahasa resmi” hukum-hukum keagrarian ditulis sertipikat (dengan huruf p, bukan f).
Menurut definisi formalnya dikatakan bahwa, “Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.” (Pasal 20 PP 24/1997).
Pasal 19 (2) huruf c UUPA yang disebut dalam definisi diatas menegaskan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sedangkan yang dimaksud dengan “hak atas tanah” dalam definisi tersebut adalah “macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dpaat diberikan kepada dan dipunyai oleh  orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum, yaitu hak milik, hak guna usah, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undangserta hak-hak yang sifatnya sementara seperti: hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.” (Pasal 4 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 53 ayat (2) UUPA)
Dapat disimpulkan bahwa hak milik atas tanah merupakan salah satu dari macam-macam hak atas tanah, dan sertifikat hak milik merupakan sertifikat untuk bidang tanah yang macam haknya adalah hak mlik. Bagaimana dengan hak milik atas satuan rumah susun?
Hak milik atas satuan rumah susun (bagian dari rumah susun), bukanlah macam hak atas tanah, melainkan hak milik atas fisik satuan rumah susun, namun tetap merupakan obyek pendaftaran tanah yang wajib disertifikatkan. Bidang tanah tempat bedirinya rumah susun (bangunan gedungbertingkat berisikan antara lain satuan-satuan rumah susun) itu sendiri tergolong “tanah bersama”, yang statusnya bisa hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara. Di atas tanah hak pengelolaan juga bisa dibangun rumah susun, hanya saja wajib segera diubah statusnya menjadi hak guna bangunan sebelum satuan-satuan rumah susun dijual. Seperti halnya tanah negara, tanah hak pengelolaan juga tidak tergolong hak-hak atas tanah. Yang dimaksudkan dengan “tanah bersama” adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya menurut persyaratan izin bangunan. Seperti halnya tanah dengan status hak milikataupun tanah-tanah dengan status hak lainnya, setiap hak milik atas satuan rumah susun pun bisa dibebani oleh hak tanggungan/”hipotik”/”gadai”. Untuk bangunan bertingkat lainnya seperti kondominium/flat, ataupun gedung-gedung bertingkat untuk bukan hunian seperti pertokoan dan gedung perkantoran berlaku “aturan main” seperti pada rumah susun sebagaimana diatu dalam UU No. 16 tahun 1985 sepanjang mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama (contohnya bidang tanahnya, lift, atap, fondasi, kolom, selasar, instalasi air, instalasi lisrik, dan lain-lain).
2.2 Dasar Hukum
UU no. 5 Tahun 1960 angka 1 dan 2 :
  1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah     Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
    1. Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
    2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak- hak tersebut;
    3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku  sebagai alat pembuktian yang kuat.
PP 24 Tahun 1997 memuat tentang segala urusan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dan pembuatan sertifikat.
PP 24 tahun 1997 Pasal 1 angka 1 :
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
PP 24 tahun 1997 Pasal 1 angka 20 :
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakat hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
2.3 Tujuan Pembuatan Sertifikat
Tujuan pembuatan sertifikat sama halnya dengan tujuan dari pendaftaran tanah yaitu yang tertera pada Pasal 3 –PP 24/1997 :
  1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan,
  2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
  3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
2.4 Isi Serifikat
Sertifikat tanah hak milik wajib berisikan dua bagian utama yaitu Buku Tanah dan Surat Ukur. Sedangkan Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun harus berisikan empat bagian utama yaitu: 1) salinan buku tanah, 2) salinan surat ukur atas Tanah Hak Bersama, 3) gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki, dan 4) Pertelaan/uraian mengenai besarnya hak milik atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan. Semua bagian-bagian dari sertifikat-sertifikat tersebut ada arsipnya dan dipelihara baik-baik di Kantor Pertanahan.
Untuk menjamin keamanan, kepastian dan perlindungan hukum bagi para pemilik sertifikat, Kantor Pertanahan meneylenggarakan suatu penatausahaan pendaftaran tanah dengan antara lain menyelenggarakan, menyimpan dan memelihara apa yang disebut dengan Daftar Umum, yang terdiri dari enam daftar yaitu: 1) Daftar Nama; 2) Daftar Tanah; 3) Daftar Buku Tanah; 4) Daftar Surat Ukur; 5) Daftar Denah satuan rumah susun; dan 6) Daftar Salinan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Tugas-tugas penyelenggaraan penatausahaan dimaksud merupakan amanat dari pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1961 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria) dan PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang tata caranya diatur secara operasional oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997. Ketiga peraturan perundangan tersebut memang merupakan dasar hukum utama bagi penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Dapat disimpulkan bahwa isi sertifikat tak lain dan tak bukan adalah buku tanah dan surat ukur yang dijadikan satu buku dan disampul (sampul luar berwarna hijau, ukuran kwarto) menjadi sebuah dokumen dan diberi judul SERTIPIKAT. Sedangkan isi sertifikat hak milik atas satuan rumah susun masih harus ditambah lagi dengan gambar denah dan uraian hak pemilik setifikat atas tanah/bagian /benda bersama.
Oleh karena itu, halaman satu isi Buku Tanah dengan sendirinya menjadi halaman pertama isi sertifikat. Halaman satu Buku Tanah itu sendiri berwarna hijau yang sedikit lebih tua daripada warna hijau sampul Sertifikat, juga ukuran kwarto.
Sampul sertifikat berwarna hijau muda, ukuran 21 cm x 28 cm atau ukuran kwarto, bertuliskan dalam huruf-huruf kapital warna hitam: “BADAN PERTANAHAN NASIONAL” pada bagian atas, kemudian di bawahnya ada gambar lambang negara RI yaitu Burung Garuda, kemudian “SERTIPIKAT (TANDA BUKTI HAK)” atau “SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN” pada bagian tengan, selanjutnya “KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA ……..” pada bagian bawah, dan paling bawah terdapat nomor Sertifikat yang menempati sederetan kotak-kotak kecil.
Nomor Sertifikat (sama dengan nomor Buku Tanah), terdiri dari 14 dijit. Misalnya nomor sertifikat tersebut adalah 10.15.22.05.1.02324. Dua dijit pertama (10) adalah nomor kode Propinsi (Jawa Barat), dua dijit kedua (yaitu 15) adalah nomor kode Kabupaten /Kota (yaitu kota Bandung), dua dijit ketiga (yaitu 22) adalah nomor kode kecamatan (yaitu kecamatan Ujung Berung) , dua dijit keempat (yaitu 05) adalah nomor kode kelurahan/desa (yaitu kelurahan pasanggrahan), satu dijit kemudian (yaitu 1) adalah nomor kode nama/macam hak (yaitu Hak Milik), dan lima dijit terakhir adalah nomor hak (yaitu 02324).
Pada bagian dalam sampul belakang sertifikat yang diterbitkan setelah 8 Oktober 1997 tertulis “Ketentuan P.P. 24 Tahun 1997 yang perlu diperhatikan” yaitu bunyi dari pasal-pasal 17, 32, 36, 40, dan 42 PP 24/1997. Sedangkan pada sertifikat yang diterbitkan sebelum 8 Oktober 1997 tertulis “Ketentuan P.P. 10 Tahun 1961 yang perlu diperhatikan” yaitu bunyi dari pasal-pasal 19, 20, 21, 22, 33, 42, 43 dan 44 PP 10/1961.
2.4.1 Bagian Buku Tanah
Buku tanah merupakan dokumen yang menegaskan data keabsahan penguasaan/kepemilikan hak si pemegang sertifikat dan data keabsahan obyektif bidang tanah yang dikuasai/dimiliki si pemegang sertifikat. Menurut definisi formalnya, “Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.” (Pasal 1 butir 19 PP No. 24 Th. 1997).Buku tanah terdiri dari empat halaman ukuran kwarto (21cm x 28cm), namun bisa ditambah apabila halaman terakhir sudah penuh diisi.
2.4.2 Bagian Surat Ukur
Surat Ukur merupakan dokumen yang menyatakan kepastian lokasi dan besaran-besaran obyektif  (lokasi, batas dan luas) dari bidang tanah yang digambarkan yang dikuasai/ dimiliki si pemegang sertifikat. Menurut definisi formalnya, “Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.” (Pasal 1 butir 17 PP No. 24 Th. 1997).
Surat Ukur pada sertifikat hak milik atas tanah merupakan hasil salinan dari Peta Pendaftaran Tanah (biasanya pada cara pendaftaran tanah sistematik) atau dari hasil pengukuran bidang tanah (biasanya pada cara pendaftaran tanah sporadik). Pada sertifikat hak milik atas tanah yang diterbitkan berdasarkan PP 10/1961, Surat Ukur boleh digantikan oleh Gambar Situasi/GS, yang bersumber pada peta apa sajayang layak. Namun setelah berlakunya PP 24/1997 Gambar Situasi tidak diperkenankan lagi untuk menggantikan Surat Ukur. Itulah sebabnya mengapa dalam sertifikat contoh-3 masih menggunakan Gambar Situasi (kata “Surat Ukur”-nya dicoret), karena sertifikat ini diterbitkan Tahun 1995 berdasarkan PP 10/1961 atau sebelum lahir/ berlakunya PP 24/1997 serta memang belum ada Peta Pendaftaran Tanahnya untuk lokasi tersebut sebagai sumber kutipan. Sedangkan pada sertifikat contoh-1 dan contoh-2 sudah langsung Surat Ukur (tidak tersedia lagi pilihan/ alternatif Gambar Situasi), karena kedua sertifikat ini diterbitkan setelah berlakunya PP 24/1997, yang menggantikan PP 10/1961. Kandungan data dalam Surat Ukur bisa dibedakan menjadi dua jenis data, walaupun sama-sama merupakan data fisik.
Jenis pertama adalah data berupa uraian mengenai: Nomor Surat Ukur, lokasi ( Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi); Nomor Peta Pendaftaran (yang menjadi sumber kutipan Surat Ukur), keadaan tanah, tanda-tanda batas, luas bidang tanah, penunjukan dan penetapan batas, pengesahan Kepala Kantor Pertanahan atau Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan pada cara pendaftaran tanah sistematik (lihat contoh-1 dan contoh-2), dan keterangan pemisahan/pengggabungan/penggantian sertifikat.
Jenis data kedua adalah peta bidang tanah (lengkap denagn penunjuk arah Utara sebagai orientasi) yang disertifikatkan dan bidang-bidang tanah lain sekitarnya yang berbatasan, yang dibubuhi nomor-nomor bidang tanah (dalam lima dijit) dalam wilayah Desa/Kelurahan lokasi bidang tanah bersangkutan. Nomor ini sama dengan lima dijit terakhir pada NIB dalam kotak b) halaman 2 pada Buku Tanah. Garis batas untuk bidang tanah bersangkutan dicetak lebih tebal. Skala peta bisa satu berbanding 500 (1:500) atau bisa juga satu berbanding 1000 (1:1000) atau lainnya disesuaikan dengan ruang gambar/kertas yang tersedia, dan kalau terpaksa boleh juga dengan menggunakan salinan Peta Pendaftaran (skalanya bisa 1:1000 atau 1:2000 atau 1:5000)
Yang menarik bagi kita juga adalah adanya nomor Buku Tanah pada lembar pertama Surat Ukur ini, pencantuman nomor tersebut memang diperlukan sebagai data penghubung antara Surat Ukur dan Buku Tanah. Adanya data penghubung antara bagian/file ini merupakan keharusan dalam sistem basis data apapun, termasuk pada sistem basis data pengelolaan pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat.
2.4.3 Gambar Denah Satuan Rumah Susun
Gambar denah satuan rumah susun diawali dengan nomor gambar denah dan uraian mengenai status hak “tanah bersama” serta keterangan mengenai Surat Ukur. Pada sertifikat dengan tegas dijelaskan bahwa status hak tanah bersama tempat berdirinya bangunan rumah susun tersebut adalah Hak Guna Bangunan. Selanjutnya berupa uraian mengenai letak satuan rumah susun yang disertifikatkan itu di dalam bangunan rumah susun. Hal ini penting, mengingat sebuah rumah susun tentunya bisa terdiri dari puluhan atau mungkin ratusan satuan rumah susun, yang masing-masing harus disertifikatkan. Uraian mengenai hal yang berkenaan dengan satuan rumah susun yang disertifikatkan tersebut disahkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan.
Selain data uraian di atas, Gambar Denah harus menggambarkan melalui peta secara pasti batas-batas satuan rumah susun yang disebut dengan “Denah Satuan Rumah Susun”, dan posisi satuan rumah susun tersebut pada lantai berapa dimana satuan rumah susun tersebut beradayang disebut dengan “Denah Bangunan Lantai”.
Pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun pun ternyata terdapat data penghubung atau biasa disebut atribut relasi yang menghubungkan antara Buku Tanah dan Gambar Denah. Pada lembar uraian Gambar Denah, misalnya, terdapat nomor Buku Tanah yang mencantumkan data Gambar Denah. Data penghubung yang tumpang tindih (overlapping) demikian akan sangat membantu dalam pengelolaan sistem basis data pendaftaran tanah untuk hak milik atas satuan rumah susun dan pendaftaran tanah umumnya pada Kantor Pertanahan.
BAB 3
MEKANISME PEMBUATAN SERTIFIKAT
Pada proses pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat terdapat dua mekanisme yang biasa dilakukan di Kantor Pertanahan BPN, mekanisme tersebut disusun dengan logika masukan-proses-keluaran (input-process-output). Masukan merupakan kondisi awal, misalnya adanya permohonan sertifikat dari pemilik tanah. Proses merupakan kegiatan-kegiatan berurutan setelah menerima masukan. Sedangklan keluaran merupakan hasil sementara ataupun hasil akhir setelah kegiatan-kegiatan dalam proses dilaksanakan.
3.1 Mekanisme Pelayanan Front Office
Mekanisme tersebut dapat dijelaskan melalui urutan berikut :
  1. Permohonan pendaftaran tanah/sertifikat oleh masyarakat baik secara individu ataupun massal yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
  2. Permohonan tersebut diatas disertai dengan berkas-berkas yang menunjukan bukti kepemilikan atau penguasaan tanah.
Berkas dimaksud cukup salah satu atau beberapa dari surat-surat yang membuktikan kepemilikan
tanah :
  • Petuk Pajak bumi/Landrete, girik, pipil atau kekitir.
  • Akta yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala  Adat, Lurah atau Kepala Desa yang berisikan pernyataan pemindahan hak dari si A kepada B yang dibuat “di bawah tangan”.
  • Akta PPAAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang berisikan pemindahan hak atas tanah dari si A kepada B.
  • Surat Keterangan Riwayat Tanah yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
  • Groose akta hak eigendom, berisikan pernyataan pejabat keagrariaan yang berwenang bahwa tanah eigendom tersebut telah dikonversi menjadi hak milik.
  • Surat Keputusan Pejabat Keagrariaan yang berwenang yang berisikan pernyataan pemberian hak miik dari Negara/ pemerintah kepada anda.
  • Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, berisikan pernyataan bahwa anda telah memenangkan lelang atas sebidang tanah yang diselnggarakan oleh Badan Utang Piutang Negara/BPUN.
  • Surat Penunujukan kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Ditambah dengan :
1. Fotokopi KTP
2. Tanda lunas PBB tahun terakhir
3. Tanda lunas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jika tanah dan bangunannya bernilai lebih dari Rp. 30 juta dan tanah tersebut bukan warisan.
Dokumen-dokumen yang telah disebutkan diatas merupakan alat pembuktian data yuridis dan data fisik bidang tanah dalam rangka pendaftaran tanah termasuk penerbitan sertifikat. Apabila dokumen-dokumen tersebut telah digunakan untuk dasar pendaftaran tanah atau penerbitan sertifikat maka dokumen-dokumen tersebut dinamakan warkah, yang disimpan dan dipelihara dengan baik oleh Kantor Pertanahan.
  1. Berkas pendaftaran yang lengkap akan diproses di bagian Entri Data Permohonan (baik itu permohonan pendaftaran tanah ataupun permohonan pekerjaan pengukuran) kemudian dicetak SPS (Surat Permohonan Sertifikat) dan surat tanda terima berkas untuk diserahkan kepada pemohon.
  2. Pemohon menerima SPS dan tanda terima berkas kemudian melakukan pembayaran kepada bendahara khusus di loket penerimaan.
Pembayaran tersebut dilakukan untuk membayar biaya pengukurn bidang tanah yang besarnya sesuai dengan tariff yang telah ditentukan berdasarkan kelas luas tanah.
3.2 Mekanisme Back Office
Pada mekanisme tersebut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pegawai bagian kantor pertanahan yang bertugas untuk menyelesaikan permintaan pemohon dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemetaan dan memeriksa risalah data yuridis untuk pembuatan sertifikat.
Dibawah ini adalah skema dari mekanisme back office yang merupakan kegiatan akhir atau proses untuk mendapatkan sertifikat.
Mekanisme tersebut dapat dijelaskan melalui urutan berikut :
  1. Mencari Peta Dasar Pendaftaran Tanah daerah yang akan diukur bidang persilnya.
Peta Dasar Pendaftaran Tanah adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah.
  1. Spesifikasi Teknis Peta Pendaftaran
Elemen utama pada peta peta dasar  pendaftaran tanah adalah :
  • Sistem proyeksi (TM-3 derajat)
  • Skala peta yang digunakan
  • Sistem penomoran lembar peta
  • Ukuran muka peta adalah (50 x 50) cm
  • Ukuran grid (5 cm)
Elemen tambahan, adalah :
  • peta garis (tidak dalam bentuk peta foto)
digunakan peta garis, karena :
ü  Kita akan menentukan batas-batas bidang tanah
ü  Mempermudah dalam up dating pada peta pendaftaran misalnya penetapan batas tanah
ü  Hitam putih / tidak berwarna
Peta pendaftaran tanah memiliki skala besar, adapun skala yang digunakan :
  • Untuk wilayah perkotaan 1 : 1000 sampai dengan skala 1 : 2000
  • Untuk wilayah pedesaan 1:5000
  • Untuk wilayah kehutanan 1 : 10000
  1. Pengukuran dan penetapan Titik-titik Dasar Teknik oleh Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (P2T).
Pengukuran dan pemetaan dimaksud dilaksanakan bidang demi bidang dengan satuan wilayah desa/kelurahan. Sebelum dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus dipasang tanda batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas kontradiksi delimitasi (dihadiri dan disetujui oleh pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung) dengan bidang tanah dimaksud
  1. Pengolahan data ukuran dan hitungan koordinat.
  2. Pengeplotan bidang tanah pada peta dasar hingga pembuatan gambar ukur bidang-bidang tanah oleh P2T.
  3. Pembuatan peta pendaftaran tanah yang diturunkan dari gambar ukur yang telah dibuat.
  4. Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas serta Pengesahannya oleh Kepala Kantor Pertanahan.
  5. Pengumuman serta pempublikasian Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah dan peta bidang tanah selama 60 hari di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa atau Kelurahan atau pada sebuah Harian Umum setempat atau di lokasi tanah tersebut atas biaya pemohon..
  6. Penerbitan Sertifikat, Buku Tanah dan Surat Ukur yang dikutip dari peta pendaftaran tanah.
BAB 4
PENUTUP
Pembuatan sertifikat merupakan bagian dari pelaksanaan tertib administrasi pertanahan yang berfungsi untuk menjamin kepastian hukum dari pemegang hak atas suatu bidang tanah, sehingga persengketaan dapat dihindari.
Dalam Pembuatan sertifikat ada tahapan penting yang harus dilakukan, secara garis besar dapat disusun melalui skema input, proses, dan output.
DAFTAR PUSTAKA
Herman Hermit, 2004, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, Mandar Maju, Bandung.

No comments:

Post a Comment